Oleh: Muslim Pranata ( Ketua SIWO PWI Lampung).
Di balik geliat dan capaian olahraga prestasi di Provinsi Lampung, terdapat peran sentral seorang pemimpin yang bertugas mengonsolidasikan potensi, menyatukan visi, serta mengarahkan langkah ke tujuan besar.
Sosok itu adalah Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Lampung, Taufik Hidayat, yang memimpin pada fase krusial: pasca-PON XXI sekaligus menuju agenda besar PON 2032.
Menjadi Ketua Umum KONI bukan sekadar jabatan struktural. Posisi ini menuntut kepemimpinan yang kuat, kemampuan manajerial yang matang, serta kepekaan membaca arah perkembangan olahraga nasional. Terlebih, Lampung bersama Banten telah menyatakan kesiapan dan komitmen untuk menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional 2032. Ini bukan hanya soal prestise, melainkan ujian kapasitas daerah dalam mengelola olahraga secara menyeluruh.
Dalam konteks tersebut, kepemimpinan Taufik Hidayat menjadi relevan untuk dicermati. Salah satu karakter yang menonjol adalah pendekatan kolaboratif. Ia memandang KONI sebagai rumah besar bagi seluruh cabang olahraga, bukan sebagai lembaga yang berdiri di atas kepentingan cabor.
Dialog, musyawarah, dan keterbukaan menjadi fondasi dalam merumuskan kebijakan. Pendekatan ini penting, mengingat persiapan menuju PON 2032 membutuhkan sinergi lintas sektor, mulai dari olahraga, infrastruktur, anggaran, hingga sumber daya manusia.
Prestasi Lampung yang berhasil menembus 10 besar nasional pada PON XXI menjadi modal berharga. Namun, bagi Ketua Umum KONI Lampung, capaian tersebut bukan garis akhir. Justru, prestasi itu menjadi pijakan awal untuk membangun sistem pembinaan yang lebih kokoh dan berkelanjutan.
PON 2032 menuntut kesiapan jangka panjang, bukan program instan. Atlet yang akan berlaga nanti, sebagian besar harus mulai dipersiapkan sejak sekarang melalui pembinaan usia dini dan kompetisi berjenjang.
Dalam berbagai kesempatan, Taufik Hidayat menekankan pentingnya tata kelola organisasi yang sehat dan profesional. Transparansi anggaran, perencanaan program yang terukur, serta evaluasi berbasis data menjadi prinsip yang terus didorong.
Hal ini sejalan dengan tuntutan publik yang semakin kritis, terlebih jika Lampung dipercaya menjadi tuan rumah ajang olahraga terbesar di Tanah Air. Keberhasilan PON tidak hanya diukur dari medali, tetapi juga dari tata kelola, pelayanan, dan dampak jangka panjang bagi daerah.
Lebih dari itu, persiapan menuju PON 2032 tidak boleh semata berorientasi pada event. Ketua Umum KONI Lampung memandang PON sebagai momentum akselerasi pembangunan olahraga daerah. Infrastruktur olahraga, kualitas pelatih, manajemen cabor, hingga karakter atlet harus dibenahi secara paralel.
Dengan demikian, PON 2032 tidak hanya menjadi pesta dua pekan, tetapi warisan (legacy) bagi generasi olahraga Lampung ke depan.
Tantangan ke depan tentu tidak ringan. Persaingan antar daerah semakin ketat, dinamika kebijakan nasional terus berkembang, dan ekspektasi masyarakat terhadap prestasi olahraga kian tinggi. Namun, dengan kepemimpinan yang visioner, terbuka, dan berpijak pada kerja kolektif, KONI Lampung memiliki peluang besar untuk menjawab tantangan tersebut.
Ketua Umum KONI Lampung bukan sekadar figur organisasi, melainkan penentu arah. Mengenal lebih dekat sosok ini memberi kita gambaran bahwa menuju PON 2032, Lampung tidak hanya menyiapkan atlet dan arena, tetapi juga menyiapkan kepemimpinan yang memahami arti prestasi, tanggung jawab, dan masa depan olahraga daerah. (*).









