Serambi Lampung.com – Kasus bocah asal Dusun Gedong Bendo, Desa Rulung Sari, Kecamatan Natar, Lampung Selatan kembali memantik sorotan publik. Awalnya, kabar beredar bahwa Randi Aditia (10) mengalami gizi buruk hingga mengundang kunjungan langsung Ketua TP PKK Provinsi Lampung, Purnama Wulan Sari Mirza atau Bathin Wulan.
Namun, klarifikasi cepat datang dari Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. Camat Natar, Eko Irawan, menegaskan bahwa Randi bukan penderita gizi buruk, melainkan didiagnosa paraplegia unspecified atau kelumpuhan dengan penyebab yang belum teridentifikasi jelas.
“Sejak awal tim Puskesmas sudah turun. Pemeriksaan medis membuktikan kondisi Randi bukan gizi buruk. Saat ini juga sedang diajukan bantuan BPNT dan penanganan kesehatan lanjutan,” tegas Eko, Senin (15/9/2025).
Langkah-langkah konkret memang sudah ditempuh: rujukan ke RSUD Abdul Muluk, bantuan dana dari komunitas Geber Bismillah Bisa Natar, hingga koordinasi dengan Dinas PPPA Lampung Selatan.
Tetapi di balik itu semua, publik bertanya-tanya: mengapa informasi awal yang beredar begitu cepat melabeli kasus ini sebagai gizi buruk? Apakah ada kesalahan komunikasi, atau memang sistem data kesehatan masyarakat masih lemah dalam sinkronisasi?
Kasus Randi bukan sekadar urusan medis, tetapi menyangkut kepercayaan publik terhadap kecepatan dan ketepatan informasi pemerintah.
Apalagi, isu gizi buruk di Lampung adalah topik sensitif yang mudah mengguncang psikologis masyarakat, terutama di tengah tingginya angka stunting nasional.
Kini, masyarakat menunggu, apakah pemerintah daerah mampu memastikan penanganan Randi berjalan tuntas, tanpa bias informasi atau kasus ini akan terus jadi preseden buruk komunikasi publik di sektor kesehatan.
Editor Lim
