LAMPUNG SELATAN – Polres Lampung Selatan meningkatkan status penyelidikan kasus dugaan pemalsuan surat pernyataan penguasaan fisik tanah (sporadik) dengan terlapor Kepala Desa Natar menjadi tahap penyidikan. Langkah ini diambil setelah ditemukan cukup bukti terkait dugaan pelanggaran hukum dalam kasus tersebut.
Kasat Reskrim Polres Lampung Selatan, AKP Dhedi Adi Putra, melalui surat resmi tertanggal 26 Desember 2024, menyatakan bahwa kasus ini memenuhi unsur tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam Pasal 263, 264, dan 266 KUHPidana. Peningkatan status kasus ini merupakan tindak lanjut dari laporan yang diajukan oleh Ismari Sudharmono, perwakilan PTPN I Regional 7.
Dugaan Mafia Tanah Terungkap
Tuhu Bangun, Region Head PTPN I Regional 7, mengapresiasi langkah cepat Polres Lampung Selatan dalam menangani laporan ini. Ia menyebut kasus dugaan pemalsuan sporadik di lahan HGU No.16 Tahun 1997 di Sidosari sebagai salah satu indikasi keterlibatan mafia tanah.
“Kasus ini bukan sekadar sengketa lahan, melainkan bagian dari praktik mafia tanah yang merusak stabilitas nasional dan berpotensi memicu konflik horizontal. Kami mendorong kepolisian untuk menuntaskan kasus ini hingga tuntas,” ujar Tuhu Bangun di Bandar Lampung, Sabtu (4/1/2025).
Tuhu mengungkapkan, berdasarkan hasil investigasi, sebanyak 140 kepala keluarga menduduki lahan seluas 75 hektare yang menjadi obyek sengketa. Belasan kepala keluarga diduga mengantongi surat sporadik ilegal yang diterbitkan oleh oknum Kepala Desa Natar dengan tarif Rp1,5 juta hingga Rp3 juta per dokumen.
“Oknum LSM juga terlibat dalam meyakinkan masyarakat untuk membeli sporadik tersebut. Bahkan, sebagian besar lahan sudah dikaveling untuk permukiman dengan harga rata-rata Rp30 juta per kaveling, sementara lahan untuk pertanian disewakan seharga Rp3 juta hingga Rp5 juta per hektare per tahun,” tambahnya.
Potensi Konflik Horizontal
Tuhu menegaskan bahwa tindakan mafia tanah ini tidak hanya merugikan PTPN I Regional 7, tetapi juga menciptakan ketegangan di masyarakat. Ia mengimbau agar para okupan mematuhi proses hukum dan menempuh jalur hukum jika merasa dirugikan oleh pihak-pihak yang menjual sporadik ilegal.
“Jika dibiarkan, tindakan mafia tanah ini bisa dianggap subversif karena memprovokasi masyarakat untuk melawan hukum. Kami berharap Polres Lampung Selatan mengusut kasus ini sampai ke akar-akarnya,” tegasnya.
Dengan peningkatan status kasus ini, PTPN I Regional 7 berharap langkah tegas aparat hukum mampu memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah terjadinya praktik serupa di masa depan.
Kepada masyarakat, Tuhu mengingatkan untuk lebih berhati-hati dalam membeli atau menguasai lahan agar tidak terjebak dalam praktik ilegal yang merugikan semua pihak.
—
()
