LAMPUNG UTARA, SERAMBILAMPUNG – Seorang anak yang bersekolah di SD di Bukit Kemuning, Lampung Utara, diduga mengalami perundungan, pemerasan, dan ancaman (Bullying) oleh teman-teman sebaya di lingkungan rumahnya.
Anak dengan inisial BL tersebut menderita perundungan baik secara verbal maupun fisik. Selain itu, anak malang ini juga diharuskan untuk meminum minuman beralkohol hingga pingsan, dan peristiwa tersebut direkam untuk digunakan sebagai alat ancaman.
Hari ini, Senin (30/6), Helda, ibu dari bocah yang menjadi korban perundungan, mendatangi Kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kabupaten Lampung Utara. Dia datang untuk melaporkan kasus yang menimpa anaknya.
“Anak saya dipaksa untuk meminum sampai tujuh gelas sampai mabuk, dan itu direkam. Salah satu pelaku mengancam akan menyebarkan video itu di Instagram jika anak saya tidak memberikan mereka rokok,” ungkap Helda Junita (34) dengan nada marah.
Helda menyatakan bahwa dia telah membuat laporan resmi ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lampung Utara. Namun, usaha mediasi yang telah dilakukan sebanyak dua kali ternyata tidak membuahkan hasil. Alih-alih mendapatkan solusi, dia justru mendapat ancaman dari keluarga pelaku.
“Saat mediasi, mereka tidak mau mengakui kesalahan. Mereka malah beralasan bahwa anak mereka hanya ingin membantu menyadarkan anak saya. Bahkan, mereka membuat sindiran kepada saya melalui status Facebook yang merendahkan dan menyalahkan,” kata Helda.
Salah satu postingan dari orang tua pelaku yang ditunjukkan oleh Helda berbunyi, “Kalau mau menuduh, itu perlu bukti dulu, kalau ternyata yang bermasalah adalah Anda, kan jadi malu sendiri. Kalau mau menuduh, cari bukti dulu,” tulis orang tua pelaku.
Dia berharap agar proses hukum berjalan sesuai dengan prosedur demi mendapatkan keadilan bagi anaknya dan untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
Sementara itu, Ketua PWI Lampung Utara, Evicko Guantara, yang menerima laporan tersebut, menyampaikan kepeduliannya terhadap kejadian yang dialami oleh BL. Menurutnya, masalah perundungan tidak hanya terkait dengan kekerasan fisik, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang terhadap kondisi psikologis korban.
“Korban perundungan, pemerasan, dan ancaman seringkali mengalami trauma yang mempengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa pelaku yang masih di bawah umur perlu mendapatkan perhatian agar peristiwa serupa tidak terulang.
“Orang tua dan lingkungan, baik di rumah maupun di sekolah, perlu meningkatkan perhatian dan pemberian pendidikan. Kita tidak boleh membiarkan anak-anak menjadi korban atau bahkan pelaku kekerasan yang dibiarkan tumbuh tanpa pengawasan,” tegasnya. (DL)
