SERAMBI LAMPUNG — Penundaan pelantikan salah satu calon Aparatur Sipil Negara (ASN) Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Lampung menuai perhatian publik. Calon ASN berinisial SDC yang telah dinyatakan lulus seleksi dan memperoleh Nomor Induk Pegawai (NIP) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga kini belum juga dilantik tanpa kejelasan surat resmi.
Kuasa hukum SDC, Debi Oktarian, S.H., menilai langkah Kanwil Kemenag Lampung menangguhkan pelantikan kliennya janggal dan berpotensi melanggar prosedur administrasi. Ia menegaskan, seluruh tahapan seleksi sudah diselesaikan, dan dokumen NIP telah disetujui oleh BKN. Artinya, secara hukum, status kepegawaian kliennya telah sah.
“SDC ini tidak dilantik tanpa alasan yang jelas. Di sistem SSCASN tidak ada pemberitahuan, sementara di aplikasi BKN sudah keluar NIP dan tanda tangan SK. Artinya sudah disetujui. Tapi kenapa tidak dilantik? Tidak ada surat resmi, hanya kabar lisan bahwa ditangguhkan,” ujar Debi kepada media, Jumat (24/10/2025).
Menurutnya, pemeriksaan terhadap SDC justru dilakukan sebelum pelantikan, yang membuat proses tersebut dinilai cacat prosedur.
“Kalau mengacu pada PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN, tidak bisa diterapkan karena dia belum ASN, belum dilantik. Harusnya pelantikan dilakukan dulu, baru pemeriksaan bisa dijalankan jika ada dugaan pelanggaran,” tegasnya.
Lebih jauh, Debi mengkritik materi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang menurutnya tidak relevan dan cenderung memojokkan kliennya.
“Pertanyaan dalam BAP itu seperti memframing. Bahkan sampai menyinggung hal pribadi, menanyakan hal yang tidak layak dalam konteks pemeriksaan administrasi. Padahal, klien saya sudah menikah sah dengan izin Pengadilan Agama Kotabumi,” jelasnya.
Kuasa hukum juga menilai tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menunda pelantikan, karena tidak ada laporan pidana maupun proses hukum yang sedang berjalan terhadap SDC.
“Kalau mau ditangguhkan, harus ada surat resminya. Kalau mau dibatalkan, juga harus dengan keputusan tertulis. Tidak bisa hanya berdasarkan kabar lisan,” katanya.
Selain pelantikan yang tertunda, SDC disebut telah dinonaktifkan secara lisan dari tempat tugasnya di MAN 1, tanpa surat pemberitahuan atau keputusan resmi.
“Dia sudah dinonaktifkan tanpa dasar hukum. Ini ironis, pemerintah sedang giat memberantas pengangguran, tapi ada calon ASN yang sudah lulus malah digantung tanpa kejelasan,” ujar Debi.
Pihaknya kini tengah menyiapkan langkah hukum. Mereka berencana melapor ke Ombudsman Republik Indonesia dan Inspektorat Jenderal Kemenag, karena menilai proses pemeriksaan dan penonaktifan tersebut tidak sesuai standar administrasi.
“Kami akan lapor ke Ombudsman dan Inspektorat. Pemeriksaan ini cacat prosedur. Seharusnya ada pengawasan internal, tapi faktanya nihil,” tegas Debi.
Kemenag Lampung: Ditangguhkan, Bukan Dibatalkan
Sementara itu, Tri Rahayu, Analis Kepegawaian Kanwil Kemenag Lampung, membenarkan bahwa pelantikan SDC memang ditangguhkan sementara, bukan dibatalkan.
“Benar, bukan dibatalkan, tapi ditangguhkan sampai ada kejelasan status. Kami sudah menerima laporan masyarakat dan saat ini sedang dalam proses telaah tim,” ujar Tri Rahayu.
Ia menjelaskan, kebijakan tersebut diambil untuk menjaga kondusivitas serta memastikan proses administrasi berjalan sesuai ketentuan.
“Ketika ada laporan masyarakat, meski masih dalam bentuk laporan awal, pelantikan kami tunda dulu sampai hasil telaah keluar. Kalau nanti dinyatakan tidak bermasalah, pelantikannya bisa segera dilanjutkan,” tambahnya.
SDC: ‘Saya Tidak Diberi Kesempatan Bicara’
Di sisi lain, SDC mengaku tidak mendapat kesempatan yang adil dalam proses pemeriksaan di Kanwil Kemenag Lampung. Ia merasa sudah diframing sejak awal.
“Saya pikir hanya dipanggil untuk klarifikasi, tapi semua jawaban saya dibilang bohong. Bahkan saya dituduh mabuk. Saya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan. Semuanya seolah sudah diskenario,” ungkapnya.
SDC menegaskan bahwa hubungannya dengan pihak pelapor telah disahkan melalui pernikahan yang mendapat izin dari pengadilan agama. Tuduhan pencabulan, menurutnya, tidak memiliki dasar hukum.
“Kami menikah sah. Kalau disebut pencabulan, itu tidak masuk logika hukum. Tidak ada laporan pidana, tidak ada visum baru. Semua ini seperti framing,” ujarnya.
Menanti Kepastian dan Akuntabilitas
Kuasa hukum Debi Oktarian menyebut, pihaknya masih menunggu surat resmi dari Kanwil Kemenag Lampung. Jika tidak ada kejelasan, langkah hukum administratif akan segera ditempuh.
“Kami menunggu surat resmi dari Kanwil. Jika tetap tidak ada kejelasan, kami akan menggugat secara administratif dan melapor ke Ombudsman. Klien saya sudah memenuhi seluruh syarat ASN PPPK dan tidak punya catatan pidana,” pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan karena menyangkut transparansi, akuntabilitas, dan kepastian hukum dalam proses pengangkatan ASN PPPK di lingkungan Kementerian Agama. Banyak pihak berharap Kemenag segera memberikan klarifikasi terbuka agar tidak menimbulkan spekulasi di masyarakat dan menjaga kepercayaan publik terhadap sistem rekrutmen aparatur negara. (Red)

					





						
						
						
						
						

