Di tulis oleh : Aditya Gumantan,M. Pd pengamat olahraga Lampung)
SERAMBI LAMPUNG – KONI Lampung hari ini bukan semata sebuah lembaga olahraga, tetapi rumah besar perjuangan atlet dan insan olahraga yang mendambakan kejayaan. Capaian 10 besar di dua edisi PON terakhir Papua dan Aceh-Sumut bukanlah hal yang datang dengan sendirinya. Ia buah dari kerja keras, kepemimpinan, dan pengorbanan banyak pihak. Maka, mempertahankan capaian ini pada PON 2028 di NTB dan NTT bukan hanya sekadar harapan, tapi menjadi tanggung jawab kolektif kita semua.
Kegagalan mempertahankan posisi 10 besar bukan sekadar penurunan prestasi. Ia akan menjadi catatan penting dalam sejarah olahraga Lampung — catatan yang tentu ingin kita hindari.
Untuk itu, dibutuhkan sosok Ketua Umum KONI Lampung yang tidak hanya kuat secara manajerial, tetapi juga memiliki cinta sejati pada olahraga. Sosok yang mampu berkorban, menginspirasi, dan berdiri kokoh walau di tengah tantangan, termasuk dalam hal pendanaan. Sebab seperti yang disampaikan oleh Bapak Gubernur, KONI ke depan harus mampu berdiri di atas kaki sendiri, tidak lagi terlalu bergantung pada hibah APBD.
Dari diskusi yang berkembang di tengah insan olahraga, muncul tiga nama kuat yang tak asing lagi dalam kiprah dan kontribusinya:
1. Faisol Djausal
Tokoh yang berhasil mengangkat kembali marwah pencak silat Lampung. Setelah sebelumnya gagal lolos PON, di bawah kepemimpinannya IPSI Lampung bangkit dengan torehan 2 emas dan 2 perunggu di PON XXI. Kiprah ini menunjukkan bukan hanya kemampuannya memimpin, tetapi juga kecintaannya yang dalam terhadap olahraga.
2. Zainal Asikin
Pengusaha sukses yang dikenal dengan dedikasinya pada dunia olahraga, khususnya lari. Keterlibatannya di berbagai event olahraga internasional menjadi nilai tambah. Namun, satu pertanyaan penting: akankah beliau bersedia maju, mengingat saat ini aktif di Komite Olimpiade Indonesia (KOI)? Bila iya, tentu menjadi warna baru yang potensial.
3. Brigjen TNI (Purn) Amalsyah Tarmizi
Seorang jenderal olahraga yang tidak hanya memiliki sejarah panjang di bidang olahraga, tetapi juga prestasi. Mulai dari menjadi Binpres KONI Sumsel saat meraih 5 besar, menjadi manajer timnas judo, hingga kini menjabat Ketua Harian KONI Lampung dengan jargon “5 Sukses KONI Lampung”: Sukses prestasi Sukses administrasi, Sukses pemanfaatan perlengkapan latihan, Sukses persiapan PON 2028, Sukses persiapan tuan rumah PON 2032 Lampung-Banten
Ketiga tokoh ini telah terbukti mumpuni. Namun, bagaimana jika seandainya — dalam skenario terburuk ketiganya tidak bersedia maju menjadi Ketua Umum KONI Lampung periode 2025–2029?
Pertanyaan ini patut menjadi renungan serius. Kita, para pecinta olahraga, tidak boleh larut dalam kebuntuan. Harus ada langkah antisipatif, upaya menjaring figur alternatif yang memiliki komitmen, pengalaman, dan tentunya kecintaan sejati pada olahraga Lampung.
Masa depan olahraga Lampung tidak boleh dipertaruhkan pada ketidakpastian. Kepemimpinan KONI ke depan harus dibangun di atas fondasi kuat: dedikasi, integritas, dan keberanian mengambil keputusan di tengah tantangan zaman.
Mari kita jadikan momentum ini sebagai panggilan untuk memperkuat barisan dan memastikan bahwa siapa pun yang memimpin, ia benar-benar membawa semangat olahraga, bukan sekadar jabatan. (*).
